PLN menyatakan pemadaman bergilir tidak bisa dihentikan karena tiga PLTA — Singkarak, Maninjau dan Koto Panjang — kekurangan air untuk menggerakkan turbinnya. Selain itu, PLTU Ombilin tak ‘sembuh-sembuh’ juga sejak setahun lalu karena seenaknya ‘memakan’ batubara kalori rendah.
Akan halnya, PLTU Teluk Sirih yang diharapkan bisa jadi jangkar, justru belum bisa beroperasi karena belum finalisasi. Pada sisi lain produksi listrik turun karena elevasi (ketinggian) air seluruh danau di Sumbar turun. Rumitnya, permintaan sambung baru terus naik.
Manager PLTA Singkarak Sektor Pembangkitan Bukittinggi, Sudrajat, mengatakan, elevasi air Danau Singkarak dalam posisi kritis, sehingga pembangkit tidak beroperasi pada siang hari. Hal itu guna menjaga stabilitas kedalaman air danau. Namun jika tetap dipaksakan, penurunan elevasi air danau menjadi semakin cepat.
“Nah, bisa lebih parah lagi, kan. Makanya, kami mulai melakukan penghentian operasional pembangkit pada siang hari. Sementara, empat pembangkit di PLTA Singkarak tidak masalah,” kata Sudrajat pada wartawan di sela-sela kunjungan PLN Wilayah Sumbar ke sejumlah pembangkit, Singkarak, Kamis (26/7).
Kunjungan diikuti Kepala Divisi Humas PLN Wilayah Sumbar, Ridwan dan Asisten Manager Area Padang, Junaidi. Selain itu, juga diikuti Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumbar, Basril Basyar. Kemudian Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) Sumbar, Dahnil Aswad dan sejumlah wartawan dari berbagai media.
Selama tiga bulan terakhir, lanjutnya, penurunan elevasi air Danau Singkarak mencapai dua centimeter setiap hari. Pada posisi 24 Juli 2013, posisi elevasinya hanya tercatat 360.39 MDPL (meter dari permukaan laut) atau di bawah kondisi normal. Idealnya, tingkat elevasi air Danau Singkarak untuk layak operasi setidaknya 363 MDPL.
Dengan tingkat elevasi 360.39 MDPL tersebut, pengoperasian PLTA harus mendapat izin direksi. Bahkan jika terus menurun hingga menyentuh angka 359,5 MDPL, pengoperasian pembangkit harus mendapat izin gubernur. Dalam kondisi normal, PLTA Singkarak bisa menghasilkan 175 MW (985 GWH per tahun). Produksi energi disalurkan melalui Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV ke Sistem Kelistrikan Sumbagteng.
Sedangkan elevasi paling parah terjadi pada PLTA Koto Panjang, di posisi 76.00 MDPL. Sementara, elevasi air Danau Maninjau masih dalam kondisi normal pada angka 462.91 MDPL. Bahkan, saat ini juga mengalami penurunan kedalaman dua centi meter setiap hari. Penurunan tersebut terjadi akibat rendahnya curah hujan di daerah sekitar dan berubahnya kondisi hutan yang ada di sekitar danau.
Khusus untuk Singkarak, pengaruh paling besar adalah perubahan pada Batang Sumpur dan Sungai Buluh sebagai hulu danau.
“Kami telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah soal penurunan ini. Jadi, pemadaman untuk menjaga elevasi air. Jika kondisi normal, kami bisa menyuplai 40 persen selama beban puncak,” tuturnya.
Kondisi tersebut diperparah dengan rusaknya kedua pembangkit di PLTU Ombilin. Kerusakan pertama terjadi pada generator pembangkit unit 2 sejak Oktober 2012. Sedangkan pada Juni 2013, pembangkit unit 1 juga mengalami gangguan pada coil bar dan cor iron generatornya. Kerusakan terjadi akibat beratnya beban yang ditanggung PLTU mulut tambang itu.
Antisipasi
Sebagai antisipasi jangka pendek, pihak PLTU memindahkan maintransformer unit 2 pada unit 1, sehingga bisa beroperasi kembali. Sementara, pembangkit unit 1 dalam proses investigasi yang dilakukan vendor yang diperkirakan rampung pada Oktober depan,”
“Kami sangat terpukul dengan rusaknya pembangkit Ombilin,” jelas Asisten Manager Operasi PLTU Sijantang, Riki Melayu.
Dengan satu pembangkit yang beroperasi, PLTU Ombilin hanya bisa mengeluarkan energi listrik 1×70 MW. Sementara, daya terpasangnya tercatat 2×100 MW yang masuk pada sistem Sumbagsel. Sedangkan untuk jangka panjang, tambah Riki, pihaknya bakal mendatangkan mesin baru. Mesin tersebut diperkirakan datang pada 2014.
Teluk Sirih Jawabannya
Sementara, General Manager PLN Wilayah Sumbar, Wasito Adi, menyampaikan, daya dukung listrik di Sumbar belum bisa memenuhi permintaan konsumen. Produksi listrik saat ini hanya 402 MW. Sedangkan kebutuhan saat beban puncak yang mencapai 472 MW. Selama ini, kekurangan tersebut disuplai dari sistem Sumbagsel hingga 117 MW setiap hari.
Di luar beban puncak, defisit listrik di Sumbar mencapai 55 MW dari kebutuhan 353 MW. Pada beban puncak, kekurangan mencapai 19 MW dari kebutuhan 472 MW. “Ini setelah adanya suplai dari listrik sistem Sumbagsel 117 MW di luar beban puncak dan 19 MW saat beban puncak,” ungkap Wasito.
Selain optimalisasi pembangkit, jawaban atas masalah ketenagalistrikan di Ranah Minang saat ini adalah PLTU Teluk Sirih. Dengan kapasitas terpasang 2×100 MW, PLTU tersebut bisa menutup defisit yang terjadi saat ini. “PLTU itu nantinya bakal dikelola sistem Sumbagsel bersama PLTU Sijantang, Sawahlunto,” tuturnya.
Selain itu, pihaknya juga akan melaksanakan arahan Menneg BUMN, Dahlan Iskan mengoptimalkan genset yang dimiliki perhotelan dan industri. Kendati demikian, pihaknya terlebih dahulu menginventarisir genset yang dimiliki hotel dan industri tersebut. “Apakah gensetnya memadai atau tidak. Kalau soal kompensasi, kami siap membayarnya,” tutup Wasito.
harian singgalang/Tedy Setiawan
Berbagi informasi seputar Sumbar • Pertama dan Terbesar • #PantunMinang #Event #News #Loker • Untuk Promosi/Kerjasama: contact@infosumbar.net
0 comments :
Posting Komentar